Translate This Page

Media Cina Sorot Kerusuhan 22 Mei: Sebelum Medsos Diblokir, Beredar Foto-foto “Polisi Asal Cina”

 

Media Cina Sorot Kerusuhan 22 Mei: Sebelum Medsos Diblokir, Beredar Foto-foto “Polisi Asal Cina”

Ketika protes kekerasan meletus di Jakarta, Rabu (22/5/2019), yang mengakibatkan enam korban tewas, pesan-pesan sempat beredar di media sosial –yang kemudian diblokir pemerintah– bahwa  mereka ditembak oleh “polisi dari  Cina”.

Pernyataan ini diinformasikan laman South China Morning Post (SCMP), media Cina milik miliarder Jack Ma. Menurut SCMP, pesan di media sosial (medsos) itu diikuti foto-foto perwira polisi bertopeng dan berkulit terang yang diberi judul: “Cina telah mengirim pasukan keamanan ke Indonesia dengan menyamar sebagai pekerja asing.”

Pada foto lain, seorang pria melakukan swafoto dengan latar seorang perwira berkulit terang dari polisi Brigade Mobil (Brimob) Indonesia. Foto ini menyertai tulisan: “Teman saya, Brimob ini tidak bisa berbahasa Indonesia.”

Gambar dan pesan anti-Cina menyebar dengan cepat, membuat pemerintah pada Rabu memblokir untuk sementara atau memperlambat peluang berbagi foto dan video ke Facebook, Instagram, dan WhatsApp, untuk menghentikan penyebaran informasi palsu.

Menteri Komunikasi dan Informasi, Rudiantara, mengatakan kepada wartawan, pembatasan dimaksudkan untuk memperlambat konten visual yang dapat mengobarkan emosi.

“Kami belum pernah melihat yang seperti ini sebelumnya dalam hal volume, keparahan, dan koordinasi,” kata Harry Sufehmi, salah satu pendiri Mafindo, sebuah organisasi Indonesia yang memerangi berita palsu, dilansir SCMP.

Kerusuhan dipicu oleh protes terhadap hasil pemilu pada 17 April, yang memenangkan Joko “Jokowi” Widodo dari  penantangnya, Prabowo Subianto  dengan kemenangan 55,5 persen suara. SCMP menulis, Prabowo telah menolak hasilnya dan mengumpulkan para pendukung untuk menunjukkan “people power” untuk memprotes penghitungan suara Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Sentimen Anti-Cina

Abdul Gani (33) asal Makassar, adalah di antara para pengunjuk rasa di Jakarta yang menjawab panggilan untuk berdemonstrasi, yang memandang seruan ini sebagai “jihad”. Dia percaya begitu saja pesan-pesan tentang “polisi Cina daratan” tersebut.

“Kami membela negara kami, agar tidak jatuh ke kekacauan, kemiskinan dan dieksploitasi oleh kekuatan asing,” ujarnya. Abdul menuduh Jokowi menjual negara itu ke Cina, dan bersikeras bahwa Jokowi pergi ke Cina dalam banyak kesempatan. Menurut keyakinan butanya, “Bos Besar” Jokowi ada di Cina, “Bukan kita, orang Indonesia,” katanya.

Situasi ini kontan memicu kembali ketakutan minoritas etnis Cina, khususnya di Jakarta, nyaris tepat 21 tahun lalu. Secara total, etnis Cina di Indonesia menurut SCMP berjumlah 3 juta dari 260 juta penduduk Indonesia.

Orang Indonesia etnis Cina yang tinggal di Jakarta mengatakan kepada SCMP bahwa mereka khawatir akan sekali lagi menjadi sasaran kekerasan massa, serupa dengan yang terjadi pada 1998, di mana gerombolan massa menyerang toko-toko, rumah-rumah, dan orang-orang etnis Cina, yang menewaskan lebih dari 1.000 orang.

“Mirip kerusuhan Mei 1998. Perbedaannya (sekarang), lembaga-lembaga keamanan aktif. Tidak seperti dulu yang membiarkan (kerusuhan) terjadi,” kata seorang pria Indonesia etnis Cina. “Ini adalah mimpi buruk,” katanya.

Menanggapi kerusuhan tersebut, Human Rights Watch percaya, hoax yang beredar di media sosial menarget warga etnis Cina dan bisnisnya di Indonesia.

“Kelompok-kelompok ini, termasuk Prabowo dan banyak penasihatnya, memiliki reputasi gelap menggunakan sentimen etnis dan agama, termasuk sentimen anti-Cina, dalam memobilisasi orang untuk mendapatkan kekuasaan,” kata Andreas Harsono, peneliti Indonesia untuk Human Rights Watch. “Ini adalah bisnis yang belum selesai dari era Suharto dengan pelanggaran HAM berat dan impunitas,” imbuh Andreas.

Comments

Related Post

;

Related Post

;

Random Posts
;